Ledakan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di
Jepang seusai gempa jadi peringatan bagi Indonesia yang berencana
membangun proyek serupa. Seberapa amankah dari sisi lingkungan dan
kesehatan memiliki reaktor nuklir dan apa dampaknya jika terjadi
kecelakaan?
Staf
pengajar fisika reaktor dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Dwi Satya Palupi, SSi,
MSi mengatakan dampak terburuk dari kebocoran reaktor nuklir adalah
radiasi. Dampak radiasi bisa meluas dan sangat sulit dikendalikan.
Bagi
kesehatan, dampak radiasi nuklir juga tidak selalu muncul seketika.
Adakalanya dampak serius seperti kanker baru akan muncul beberapa tahun
kemudian, sehingga tidak bisa diantisipasi sejak dini karena memang
tidak disadari oleh korban yang terpapar radiasi.
Meski
belum yakin benar mengenai apa yang terjadi di PLTN Fukushima Jepang,
Palupi yakin bahwa yang meledak bukan bahan bakar atau reaktornya. Sebab
jika reaktor itu meledak, kedahsyatannya bisa menyamai ledakan bom atom
di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.
"Kemungkinan
yang terjadi di Fukushima adalah pelepasan panas akibat rusaknya sistem
pendingin, sehingga tampak seperti ledakan. Kalau bahan bakarnya saya
kira kok kecil kemungkinannya (untuk meledak) karena sangat terisolasi,"
ungkap Palupi saat dihubungi, Minggu (13/3/2011).
Risiko
kebocoran reaktor juga menjadi keprihatinan organisasi pecinta
lingkungan, Greenpeace. Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace untuk
Asia Tenggara, Arif Fiyanto membantah keras jika instalasi nuklir
dikatakan aman bagi lingkungan dan kesehatan.
Di
negara maju seperti Jepang sekalipun, risiko kecelakaan nuklir selalu
ada dan tidak hanya sekali ini saja terjadi. Gempa kecil pada tahun 2007
juga pernah memicu kebocoran salah satu reaktor nuklir milik Jepang,
meski dampaknya tidak sebesar Chernobyl.
"Untuk
yang terjadi di Fukushima terus terang kami juga masih memantau jadi
belum bisa memastikan apa yang terjadi. Namun setidaknya kita, Indonesia
bisa berkaca bahwa Jepang yang terkenal unggul soal mitigasi bencana
sekalipun bisa mengalami kecelakaan nuklir. Bagaimana Indonesia mau
mengantisipasi kejadian seperti di Jepang, sementara menangani tabung
LPG 12 kg saja masih kedodoran," ungkap Arif.
Di
Indonesia sendiri proyek PLTN tengah direncanakan untuk dibangun di
kawasan Bangka-Belitung setelah sebelumnya rencana proyek PLTN Muria di
Jawa Tengah ditangguhkan karena mendapat penolakan. Jawa Tengah dan
Bangka-Belitung dinilai jauh dari lempeng gempa sehingga diperkirakan
akan aman.
Penilaian ini
dibenarkan oleh Palupi yang mengatakan bahwa kawasan ideal untuk
membangun PLTN di Indonesia antara lain kawasan tengah Indonesia
termasuk Kalimantan, serta sepanjang pantai utara Jawa. Perlu
dipertimbangkan juga, instalasi nuklir harus berada pada jarak aman
dengan kawasan pemukiman.
"Jarak
aman untuk ditinggali tergantung dari besarnya kekuatan reaktor. Tapi
saya yakin Indonesia juga tidak akan membangun yang terlalu besar sebab
Jepang sendiri saat ini mulai beralih ke reaktor kecil-kecil tapi
banyak, karena lebih efisien," tambah Palupi.
Bagi
pendukung teknologi nuklir, PLTN dianggap lebih ramah lingkungan
dibandingkan sumber energi konvensional asal tidak bocor. Jika minyak
bumi dan batubara bisa habis suatu saat nanti, uranium yang merupakan
bahan bakarnya nuklir sangat efisien dan limbahnya masih bisa
menghasilkan energi.
Namun
bagi penentang nuklir, uranium tidak pernah masuk dalam kategori sumber
energi terbarukan karena memang kenyataannya harus ditambang dan tidak
bisa dibuat sendiri. Sumber energi yang terbarukan dan lebih disarankan
oleh para pemerhati lingkungan hidup di antaranya adalah angin dan sinar
matahari.
"Beberapa
negara membangun PLTN karena memang tidak punya pilihan lain, sumber
energi mereka terbatas. Indonesia kan punya iklim yang memungkinkan
matahari bersinar sepanjang tahun, angin berhembus setiap saat. Nuklir
justru bisa membebani karena Indonesia belum bisa mengolah uranium
sendiri," kata Arif.
Bahaya
lain dari kecelakaan nuklir menurut Arif adalah bahwa dampak radiasi
nuklir bersifat inheren atau melekat. Berkaca dari tragedi Chernobyl,
banyak warga yang masih merasakan dampaknya sampai sekarang meski
peristiwanya sudah berlalu hampir 27 tahun silam.
Nuklir juga dipakai dalam kedokteran
Selain
untuk pembangkit listrik, teknologi nuklir juga digunakan dalam dunia
kesehatan terutama di bidang kedokteran nuklir. Pemanfaatan radioisotop
mempermudah para dokter menemukan lokasi kanker tanpa harus membedahnya,
sekaligus untuk membunuh sel-sel kanker lewat radioterapi.
Radioisotop
juga dipakai untuk mensterilkan alat-alat kedokteran dari berbagai
kuman penyebab panyakit. Teknologi ini biasanya digunakan untuk
alat-alat kedokteran yang tidak tahan terhadap panas tinggi atau mudah
bereaksi dengan senyawa kimia dalam cairan pembersih yang digunakan.
Risiko
pemanfaatan nuklir di bidang kedokteran diminimalisir dengan memastikan
agar dosis radiasi tidak melewati batas aman. Dokter juga akan memberi
jeda waktu sebelum menjalani radioterapi atau pemeriksaan radiologi
berikutnya agar sel-sel yang sehat tak menjadi rusak karena kebanyakan
radiasi.
Our Website Is Almost Ready
Time Left Until Launching
Notify Me When It's Ready
0 comments:
Post a Comment